Melindungi Penurunan Tanah dengan GSW Pantai atau GSW Lepas Pantai Prof. Ir. Muslim Muin, MSOE., Ph.D. Professor Modeling Hidrodinamika Pantai ITB 30 Juni 2025 Giant Sea Wall (GSW) dibangun untuk melindungi atau pengembangan sebuah Kawasan Pantai atau Muara, sudah merupakan hal yang biasa dilakukan didunia. Seandainya pembangunan GSW tersebut berdampak baik dan dibangun sesuai dengan proses fisik laut di lokasi, maka GSW tersebut harus kita dukung bersama. Yang selalu jadi perdebatan adalah apakah GSW yang direncanakan pemerintahan Presiden RI Prabowo untuk melindungi Pantai Utara Pulau Jawa, yang dicanangkan dari Banten sampai Gresik tersebut, harus berupa GSW Pantai atau GSW Lepas Pantai. 1. GSW Lepas Pantai Sebelum menentukan pilihan GSW terbaik, sebaiknya kita tinjau dulu GSW Lepas Pantai yang bermanfaat di Belanda, Rusia, dan Korea Selatan. Tujuan masing-masing GSW di negara tersebut berbeda, seperti yang dijelaskan berikut ini: GSW Lepas Pantai St Petersburg, Russia, dibangun sebagai pengaman dari ancaman Storm Surge atau kenaikan muka air laut laut akibat dorongan angin. Nilai Storm Surge di St Petersburg sangat besar, sehingga kota tersebut sering tenggelam saat badai. Badai sering terjadi di negara sub tropis. Selain angin kencang, kenaikan muka air laut ini akan sangat besar kalau kota tersebut berada pada ujung sebuah kawasan laut yang panjang. Belanda membangun GSW Lepas Pantai dengan alasan perlindungan yang sama dengan Rusia. Perbedaannya di Belanda, kawasan baru yang terbentuk dari GSW ini dibangun menjadi kawasan baru dengan Tata Kelola Air yang bagus dan memanfaatkan tenaga angin Sedangkan Indonesia berada di daerah tropis, kecepatan angin di Indonesia relatif kecil, sehingga badai serius seperti di Belanda, St Petersburg, dan Storm Katrina atau Storm Sandy di USA, tidak akan pernah terjadi. Jadi ancaman Storm Surge sangat kecil di Pantai Utara Pulau Jawa. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk membangun GSW karena ancaman Storm Surge di Indonesia. GSW yang cukup berhasil untuk memperoleh daratan baru adalah di Saemangum, Korea Selatan. Meskipun mengorbankan Marine Resource dari perairan teluk Saemangum, GSW Saemangun berhasil memperluas daratannya untuk memperoleh Kawasan Industri dan Pertanian dengan menutup teluk. Teluk Saemangum ditutup dengan membangun GSW Lepas Pantai dan Pintu Air. GSW Saemangum dibangun di Teluk dengan tunggang pasang surut laut lebih dari 8 meter. GSW Saemangum dalam operasinya tidak memerlukan pompa tapi cukup dengan mengatur Pintu Air karena memiliki tunggang pasang surut laut sangat tinggi. Pada saat air laut pasang, maka pintu air ditutup, pintu air akan dibuka lagi saat air laut sudah surut untuk membuang air dari daratan. Tidak hanya bermanfaat untuk pengendalian banjir, GSW Saemangum menciptakan daratan baru. Walaupun ada dampak pada perubahan kualitas air dan juga sumber daya laut, GSW Saemangum masih bisa diterima karena tidak memerlukan Pompa Raksasa dengan biaya operasional sangat besar. Bagaimana dengan Indonesia?, apakah kita bisa membangun GSW Lepas Pantai seperti di Korea? Berbeda dengan Saemangum, tunggang pasang surut laut di bagian Utara Pulau Jawa tergolong sangat kecil, hanya sekitar 1,2 meter. Sehingga jika GSW yang direncanakan pemerintah berupa GSW Lepas Pantai maka tidak akan bisa mengandalkan pintu air seperti di GSW Saemangum, Korea Selatan. Jika Giant Sea Wall Banten Gresik (GSWBG) dibangun sebagai GSW Lepas Pantai, akibatnya Provisi Banten, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur harus memompa air dari hulu dengan Pompa Raksasa. Dampak buruk GSW Lepas Pantai di Pantai Utara Pulau Jawa ini luar biasa dimana daerah belakang pada daerah GSW Lepas Pantai akan terancam banjir, biaya operasional pompa yang sangat besar dan dampak lingkungan yang luar biasa. GSW Lepas Pantai Banten Gresik tidak hanya akan membutuhkan pompa raksasa tapi juga akan menutup fasilitas penting seperti pelabuhan di sepanjang Pantai Utara Jawa dan pembangkit listrik yang penting dalam perekonomian nasional. GSW Lepas Pantai di Jakarta versi gagasan PUPR dan Bapenas terakhir, akan berakibat penutupan Pelabuhan Perikanan Nusantara Muara Angke dan Pelabuhan Sunda Kelapa yang berperan sangat penting dalam menunjang ekonomi maritim dan nilai budaya berserta nilai historis Indonesia saat ini. Tidak hanya itu, GSW Lepas Pantai juga mengakibatkan PLTU Muara Karang harus ditutup karena sirkulasi air pendinginnya akan hilang. Tujuan lain dari GSW Lepas Pantai PUPR adalah untuk meperoleh waduk air tawar Jabotabek dan dipakai sebagai Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Hal ini tidak akan pernah tercapai karena elevasi air di waduk harus diturunkan paling sedikit 6 meter. Elevasi air di waduk GSW Lepas Pantai harus diturunkan setinggi 4 meter untuk menerima kiriman banjir dari hulu agar pompa air yang dibutuhkan lebih kecil dari debit banjir. Penurunan elevasi waduk setinggi 2 meter atau lebih diperlukan untuk memperoleh daratan yang telah turun sekitar 2 meter. Bisa dibayangkan jika GSW Lepas Pantai PUPR dibangun pada kedalaman 8 meter, maka volume air di waduk sebagai SPAM akhirnya akan sangat kecil dan tujuan waduk sebagai SPAM tidak akan pernah tercapai. 2. Kenaikan Muka Air Laut (Sea Level Rise) Sampai saat ini, banyak orang yang masih menganggap bahwa Banjir Rob diakibatkan oleh Kenaikan Muka Air Laut (KMAL) atau dikenal sebagai Sea Level Rise akibat Global Warming. Padahal faktor utama dari Banjir Rob di Jakarta bukan disebabkan oleh KMAL tetapi penurunan tanah atau Land Subsidence (LS). KMAL itu tidak hanya di Jakarta melainkan merata di seluruh muka bumi karena pengaruh gravitasi bumi. Kenyataannya kota-kota besar dunia dekat pantai seperti Singapore, Tokyo, New York, dan lainnya tidak ada rencana membangun GSW. KMAL akibat Global Warming itu nilainya masih kecil, sekitar 1 mm/tahun dimana jauh dibawah dari land subsidence yang nilainya di sekitar 60 mm/tahun. Sehingga, jelas sekali tidak ada alasan Jakarta wajib membangun GSW karena ancaman KMAL. 3. GSW Pantai GSW Pantai adalah tanggul yang dibangun pada sebuah sistem polder, untuk mengamankan daerah penurunan tanah tanpa menutup fasilitas penting seperti, Pelabuhan Sunda Kelapa dan PLTU Muara Karang. Sistem Polder adalah sebuah sistem tertutup, hanya boleh menerima air hujan yang turun pada kawasan Polder tersebut. Sebuah polder sama sekali tidak boleh menerima banjir kiriman. Jika masing-masing daerah penurunan tanah diperlakukan sebagai polder, maka pompa yang diperlukan hanya untuk air hujan pada polder tersebut, sehingga pompa yang diperlukan lebih kecil. Contoh Sistem polder yang tepat dan berhasil berada di Teluk Gong, Jakarta, terbukti selamat dari Hujan Ekstrim pada tanggal 28 Januari 2025 lalu. Polder sebaiknya dilengkapi dengan waduk. Peran waduk sangatlah penting, agar kebutuhan Pompa yang diperlukan lebih kecil. Pompa dengan kapasitas besar akan membutuhkan drainase yang besar, sementara ruang yang tersedia sangatlah terbatas. Sehingga solusi dari permasalahan banjir rob di Jakarta adalah membangun GSW Pantai dan memperkuat Tanggul Sungai di kawasan yang mengalami penurunan tanah. Sistem Polder ini tidak memerlukan Pompa Raksasa. Pompa hanya untuk air hujan yang turun di Kawasan Sistem Polder. Waduk diperlukan untuk mengurangi kebutuhan debit pompa dan sebagai SPAM. Dengan konsep yang sama, memperkuat Sistem Polder, dengan membangun GSW Pantai, pemerintah semestinya sudah berhasil menyelamatkan kawasan Pantura di Jawa Tengah dari kehancuran. Hilangnya kawasan Budi Daya Pantai di Jawa Tengah, boleh dikatakan sebuah tragedi, dan tidak boleh lagi terulang di Indonesia. 4. Kesimpulan Dari paparan yang sudah diberikan diatas, maka solusi yang tepat untuk penanganan banjir Rob di Pantai Utara Jawa, adalah dengan membangun GSW Pantai dan memperkuat Tanggul Sungai. Daerah Penurunan Tanah diperlakukan sebagai sistem polder lengkap dengan pompa kecil dan waduk. GSW Pantai tidak akan memompa air dari hulu, ukuran pompa yang diperlukan kecil apalagi waduk dipakai sebagai SPAM. Kawasan Sistem Polder dengan GSW Pantai bisa menaikkan GDP Indonesia ribuan triliun. Jika pemerintah sudah memperkuat Sistem Polder dengan GSW Pantai maka membangun GSW Lepas Pantai tidak diperlukan. Waduk pada GSW Lepas Pantai tidak akan berfungsi sebagai SPAM. Selain biaya pembangunan GSW Lepas Pantai sangat besar, biaya operasional, dampak lingkungan, dan kerugian ekonomi juga sangat besar.
0 Comments
Reklamasi Banten, GSW, Polder dan Waduk
Prof. Ir. Muslim Muin, MSOE., Ph.D. Professor Modeling Hidrodinamika Pantai ITB 19 Maret 2025 1. Reklamasi Banten Sebenarnya reklamasi bukanlah sebuah perbuatan tercela. Jika reklamasi berdampak baik, tentu harus kita dukung bersama. Umumnya reklamasi di dunia dilakukan jauh dari mulut Sungai besar agar tidak menyumbat aliran air dan sedimen dari darat. Misalnya reklamasi Osaka Airport, Dubai, Bandara Sepinggan, Singapura, China, dan Hongkong. Penulis sebagai Ahli Kelautan juga mendukung reklamasi pada proyek pengolahan gas alam di BP Tangguh, Papua Barat. Reklamasi di BP Tangguh bertujuan untuk menyelamatkan asset penting BP Tangguh, yang berada diatas tebing dimana tebing tersebut perlahan mengalami keruntuhan karena dasarnya tergerus oleh ombak. Reklamasi dilakukan dengan menggunakan material hasil pengerukan alur kapal di lokasi. Elevasi reklamasi berada dibawah elevasi tertinggi air laut agar bisa ditanami pohon mangrove. Pohon mangrove yang ditanam oleh para ahli putera daerah, tumbuh subur sebagai pelindung pantai. Software Hidrodinamika Sedimentasi bernama MuSed3D yang penulis kembangkan di ITB, digunakan untuk melihat dampak lingkungan dan layout reklamasi yang optimum. Supaya mangrove tersebut bisa tumbuh maka dibutuhkan air laut dan juga laju sedimentasi yang terjaga. Sehingga, simulasi hidrodinamika dan sedimentasi sangat penting sebelum reklamasi dilakukan. Reklamasi di BP Tangguh ini tidak mengakibatkan masalah banjir karena daerah dibelakang reklamasi elevasinya lebih tinggi. Jadi reklamasi ini tidak menghalangi aliran air dari dari daratan. Tidak lama setelah reklamasi, mangrove tumbuh subur, dan menjadi tempat bermain burung liar. Kemudian, Tebing pantai tidak lagi runtuh sehingga asset jutaan dollar bisa diselamatkan. Dapat dibuktikan bahwa reklamasi ini sangat bermanfaat. Sementara Reklamasi Banten yang direncanakan untuk kawasan pemukiman dan industri memiliki elevasi diatas air laut tertinggi. Berbeda dengan Reklamasi di BP Tangguh, Reklamasi Banten akan mengahalangi aliran air dari darat. Dimana daerah dibelakang reklamasi elevasinya akan lebih rendah, yang mengakibatkan pemukiman atau lahan warga menjadi daerah banjir. Daerah banjir ini bisa disalahgunakan untuk memperoleh tanah dengan harga murah. Pemerintah harus mengkaji ulang rencana reklamasi oleh PIK-2 dengan teliti sebelum mengeluarkan izin. Besar waduk, Pompa, dan Drainase harus dikaji dulu untuk menerima hujan ekstrim. Simulasi sedimentasi pantai harus dilakukan dengan model hidrodinamika dan sedimentasi yang sudah teruji. 2. Giant Sea Wall Banten Gresik (GSWBG) Pembangunan Giant Sea Wall (GSW) juga bukan sebuah perbuatan tercela. Jika pembangunan GSW berdampak baik dan dirancang sesuai dengan proses fisik laut di lokasi, harus kita dukung bersama. Contoh GSW yang bermanfaat adalah GSW di Belanda, Rusia, dan di Korea Selatan. Sebagai contoh, GSW di Saemangum, Korea Selatan, dibangun di Teluk dengan pasang surut lebih dari 8 meter. GSW Saemangum dalam operasinya Tidak memerlukan Pompa tapi cukup dengan mengatur Pintu Air karena memiliki tunggang pasang surut sangat tinggi. Pada saat air laut pasang maka pintu air ditutup, pintu air akan dibuka lagi saat air laut sudah surut untuk membuang air dari daratan. Tidak hanya bermanfaat untuk pengendalian banjir, GSW Saemangum menciptakan daratan baru untuk kawasan industri dan pemukiman. Walaupun ada dampak pada perubahan kualitas air dan juga sumber daya laut, GSW Saemangum masih bisa diterima karena tidak memerlukan Pompa Raksasa. Sedangkan tinggi tunggang pasang surut di bagian Utara Pulau Jawa relatif sangat kecil, hanya sekitar 1,2 meter. Jika Giant Sea Wall Banten Gresik (GSWBG) dibangun, akibatnya Provisi Banten, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur harus memompa air dari hulu dengan Pompa Raksasa. Seperti yang pernah disampaikan di Opini Kompas 2016, dampak buruk GSWBG luar biasa, biaya operasi yang besar dan dampak lingkungan GSWBG bisa berujung kehancuran Indonesia. GSWBG akan membutuhkan Pompa Raksasa terbesar di dunia dengan biaya operasi sangat besar. Contoh lainnya yaitu GSW St Petersburg, Russia, dibangun sebagai pengaman dari ancaman Storm Surge atau kenaikan laut akibat dorongan angin. Nilai storm surge sangat besar di negara sub tropis saat badai. Sedangkan Indonesia berada di daerah tropis, badai tidak pernah ada. Jadi ancaman storm surge kecil, kecuali pada teluk yang panjang seperti Teluk Bintuni, Papua Barat. Banyak yang menyangka bahwa Banjir Rob akibat Kenaikan Muka Air Laut (KMAL). Banjir Rob bukan disebabkan oleh KMAL tapi penurunan tanah atau Land Subsidence (LS). KMAL itu merata di seluruh muka bumi karena gravitasi. Kenyataannya kota-kota besar dunia dekat pantai seperti Singapore, Tokyo, New York, dan lainnya tidak ada rencana membangun GSW. KMAL akibat Global Warming itu masih kecil, sekitar 1 mm/thn, jauh dibawah land subsidence yang bisa sekitar 6 cm/thn. Sehingga, Jelas sekali tidak ada alasan Jakarta harus membangun GSW karena ancaman KMAL. Penulis sudah pernah menyampaikannya di Opini Kompas 6 Juni 2016 dan juga presentasi langsung didepan Gubernur Jakarta saat itu yaitu Joko Widodo terkait rencana pemerintah membangun GSW versi Belanda di Teluk Jakarta. Penulis perlu berterimakasih karena sampai akhir jabatannya Presiden Joko Widodo tidak melanjutkan rencana pemerintah tersebut 3. Polder, Pompa dan Waduk Sistem Polder adalah sebuah sistem tertutup yang hanya boleh menerima air hujan yang turun pada kawasan Polder tersebut. Sebuah polder tidak boleh menerima banjir kiriman. Jika masing-masing daerah LS diperlakukan sebagai polder, pompa yang diperlukan hanya untuk air hujan pada polder tersebut, ukuran pompa lebih kecil. Contoh Sistem polder yang tepat dan efektif berada di Teluk Gong, Jakarta, Hal ini dibuktikan dengan selamat dari Hujan Ekstrim pada tanggal 28 Januari 2025 lalu. Polder harus dilengkapi dengan Green Infrastructure seperti waduk atau tampungan sementara. Peran waduk sangatlah penting, agar kebutuhan Pompa yang diperlukan lebih kecil. Pompa dengan kapasitas besar akan membutuhkan drainase yang besar, sementara ruang yang tersedia sangatlah terbatas. 4. Kesimpulan Dari paparan yang sudah diberikan, maka Pemerintah harus:
Menghadapi Global Warming, Infrastruktur Hijau Menjadi Keharusan |
Details
AuthorMuslim Muin Ph.D. Archives
March 2025
Categories |