Giant Seawall Jakarta Project telah menyalahgunakan ancaman Banjir Rob. Berikut ini adalah penjelasan singkat dari saya. Rob adalah fenomena alam biasa dimana muka air laut pada elevasi tinggi. Rob terjadi pada saat pasang tertinggi dan diperparah lagi jika angin kencang bertiup kearah darat yang dikenal sebagai Storm Surge. Elevasi muka air ini akan lebih tinggi lagi jika gelombang panjang yang terbentuk di Laut Cina Selatan (Swell) merambat ke Teluk Jakarta. Sea Level Rise akibat Global Warming mempunyai kontribusi tapi masih dalam perdebatan ilmiah. Indonesia tidak berada dalam daerah badai dengan kecepatan angin besar seperti di Belanda atau Amerika Serikat. Badai Sandy dan Katerina telah mengakibatkan naiknya muka air lebih dari 2 meter. Tinggi Storm Surge di Teluk Jakarta tidak akan lebih dari 0.4 meter dan ini sudah terjadi dari ribuan tahun yang silam. Orde Sea Level Rise masih dibawah 0.1 meter. Swell dari Cina Selatan tidak akan lebih dari 0.2 meter. Jadi Rob adalah gelombang panjang dan fenomena alam biasa, jika terjadi anomali pasang surut dan Sea Level Rise, masalah ini akan berdampak pada Teluk Banten, Kalimantan dan tempat lainnya. Kenyataannya tidak demikian. Pasang Surut (Pasut) adalah akibat tarik menarik Bumi dengan Bulan, Matahari, dan Planet lainnya, terjadi secara teratur. Jika terdapat anomali Pasang Surut, artinya kita mendekati KIAMAT. Rob akan menjadi Banjir Rob karena terjadi Subsidence. Kalau ingin menahan Banjir Rob, kenapa harus dengan Giant Seawall di lepas pantai??? Cukup dibuat Struktur yang kurang sensitif terhadap Subsidence pada daerah-daerah yang mengalami penurunan tanah.
0 Comments
Tadi malam di Metro TV, Ahok menegaskan lagi tentang Giant Seawall Jakarta. DKI akan membangun New Manhattan di Teluk Jakarta. Gambaran singkat berikut menjelaskan kenapa kita harus menolak gagasan Ahok ini. Jika terjadi aliran air besar dari hulu, daerah mana yang akan tenggelam Daerah A atau Daerah B? Jelas Daerah B, karena Daerah A menghalangi aliran di Teluk Jakarta!!! Bayangkan Daerah A (perumahan mewah) yang merupakan hasil reklamasi diperluas di semua Teluk Jakarta. Keren buat orang kaya, banjir untuk masyarakat miskin Jakarta. Daerah A diperluas lebih lanjut menjadi New Manhattan, Jakarta sudah pasti akan lebih rawan banjir. New Manhattan atau daerah orang elit tidak akan kena banjir karena berada di teluk. Siapa yang akan membiayai Tanggul, Pompa, Sanitasi dll?? Menurut konsultan Belanda, harus Dana Rakyat (Public Funding). Berikut ini skema Funding dan Layout Giant Seawall versi Konsultan Belanda, masihkah kita akan diam dengan gagasan seperti ini???? Funding dan Layout Giant Seawall Jakarta versi Belanda
Banyak orang salah sangka bahwa saya sedang mencari proyek dari DKI untuk mengkaji Giant Seawall. Berikut ini saya sampaikan bahwa Muslim Muin Tidak Akan Meminta Jasa Konsultasi Untuk Mengkaji Giant Seawall. Jika hasil studi hanya dihargai Rp 5 ribu, sumbangkan dana ini ke Masyarakat Nelayan Jakarta, seandainya dihargai Rp 1 Miliar, sumbangkan semuanya ke Masyarakat Nelayan Teluk Jakarta
Pemerintah harus buka ke publik presentasi konsultan Belanda tentang Jakarta Coastal Defense Strategy. Jokowi yang katanya pro rakyat jangan sampai hanyut dengan bisikan ngawur ini. Sebagai pakar hidrodinamika laut, sedimen, dan kualitas air, saya ngeri melihat bocoran layout dan strategy Belanda ini. Dari segi engineering Sangat Ngawur.
Saya bukan pakar ekonomi, simak usulan ahli ini tentang sektor pembiayaan: Public Funding akan memikul biaya sebagai berikut: 1. Tanggul Laut dan Sungai 2. Waduk Retensi 3. Pompa 4. AIr Bersih 5. Air Limbah dan Sanitasi 6. Resettlement Investor Funding akan memikul 1. Reklamasi 2. Jalan Tol 3. Pelabuhan Ha...ha... hanya orang ngawur yang akan setuju dengan konsep Belanda ini. Kalo Tanggul, pompa, dll, dari biaya masyarakat (150 Triliun). Waduh enak bener tuh investor. Bayangin aja, kalo saya bisa datangkan pasir urugan dengan harga USD 10 per m3, saya menguruk daerah dengan kedalaman 3 meter, setelah mempertimbangkan pasang surut, gelombang, settlement dll, akhirnya saya harus menguruk 6 meter. Artinya biaya reklamasi sekitar USD60 per m2, sekitar Rp 600 Ribu per m2. Saya jual Rp 3 juta per m2. Untung besar nih, Rp 2.4 Juta per m2... Saya jadi investor aja ah... cape jadi ahli hidrodinamika, he..he.. Kalo saya dapat daerah 1kmx1km artinya sejuta m2, saya akan dapet untung = sejuta x Rp 2,4 juta = Rp 2.4 Triliun. Itu baru keuntungan dari reklamasi, saya akan lanjut dengan bisnis Toll dan Pelabuhan, waaah bisa naik Ferari nich?.... Mimpi kaleee... Jangan khawatir, naik Soluna juga enak kalo pikiran bersih mah. Apalagi sekarang udah pake Inova.. Mestinya biaya pembuatan tanggul, waduk, pompa, dll.. harus ditanggung investor. Mereka juga dipungut pajak lebih tinggi karena harus menanggung biaya kerusakan lingkungan dan operasi pompa yang lebih besar.... Ayoooo semua... kasih tahu Jokowi sebelum terlambat.... Tidak bisa dipungkiri, Gubernur Jokowi dan Wagub Ahok telah mengambil beberapa langkah yang tepat dan bijaksana untuk DKI. Jauh hari sebelum menjadi gubernur DKI, saya sangat mengagumi sosok Jokowi. Demikian juga setelah Wagub Ahok membuat gebrakan yang patut dipuji. Untuk Giant Sea Wall yang memerlukan dana 150 Triliun, saya sangat tidak sepaham dan berseberangan dengan lokomotif DKI ini. Saya juga tidak mengerti, kenapa Ahok harus berpaling pada ahli di luar negeri? Padahal di negeri sendiri, Teknik Kelautan ITB mempunyai keahlian di bidang ini, termasuk software atau perangat lunak yang jauh lebih baik. Pemerintah DKI harus lebih arif dalam menangani masalah banjir Jakarta. Masalah penurunan tanah, perubahan elevasi muka air laut akibat Global Warming, Storm Surge yang sangat kecil dibandingkan di Belanda, Giant Sea Wall bukanlah solusi yang tepat. Kenapa Giant Sea Wall Jakarta adalah proyek yang salah kaprah? Berikut ulasan singkat dan dampak dari proyek mercu suar ini:
Kajian Hidrolika Sederhana Mari kita mulai dengan kajian sederhana yang sangat mudah dipahami. Mahasiswa teknik yang telah mengambil kuliah dasar teknik Mekanika Fluida atau bahkan pelajar sekolah menegah memahami betul apa itu Debit Sungai? Debit Sungai = Kecepatan Air x Luas Penampang Sungai Jadi seandainya Kecepatan Air menurun, untuk mengalirkan debit sungai yang sama, akan dibutuhkan Luas Penampang Sungai yang Lebih Besar. Luas Penampang, secara sederhana bisa diberikan sebagai lebar dikalikan kedalaman air. Apa yang akan terjadi jika lebar sungai tidak bisa berubah (karena pemukiman dan sebagainya), kedalaman air harus bertambah agar bisa mengalirkan debit tadi. Artinya BANJIR. Sederhana bukan? Atinya jika Kecepatan Air berkurang, akibatnya banjir. Nah, sekarang kenapa Giant Sea Wall akan mengurangi Kecepatan Air? Kita kembali lagi pada prinsip dasar yang sangat mudah dipahami oleh pembaca. Kecepatan Air bergantung pada Kemiringan Muka Air. Jika kemiringan makin besar, air akan mengalir lebih cepat, demikian juga sebaliknya. Pembaca tentu paham sekali bahwa muka air laut merupakan titik terendah untuk mengalirkan air. Apa jadinya jika jarak ke titik terendah ini makin jauh, Kemiringan Muka Air Berkurang, artinya Kecepatan Air akan menurun, akibatnya Banjir (lihat ilustrasi Gambar 1). Sederhana bukan? Gitu aja kok repot? Kok harus minta tolong ke Belanda? Nanti dulu, persoalan belum selesai. Apakah ada akibat lain jika Kecepatan Air menurun? Tidak usah Sarjana Teknik, masyarakat awam juga tahu, butiran padat dalam air atau dikenal sebagai sedimen akan lebih cepat mengendap. Akibatnya, sungai-sungai di Jakarta harus lebih sering dikeruk. Perusahaan pengerukan akan lebih senang? Proyek rutin lebih besar. Siapa yang menaggung biaya operasi ini?? Rakyat... Saat debit dari hulu melebihi kemampuan sungai untuk mengalirkan air, diperlukan pompa. Tujuan pompa air adalah mengeluarkan air lebih besar dari air masuk sehinggan muka air menurun. Jika Giant Sea Wall jadi dibangun, pompa yang diperlukan akan lebih besar karena harus menyedot air dari daerah Jakarta sekarang ini sekaligus daerah reklamasi yang akan dibangun (kemungkinan daerah elit) dan daerah bagian dalam Teluk Jakarta. Kenapa rakyat harus menanggung operasi pompa yang notabene akibat rekalamasi untuk daerah elit? Gambar 1. Akibat Giant Sea Wall, jarak ke titik terendah makin besar (B) dari sebelumnya (A), Kecepatan Air menurun. Akibatnya Banjir Modeling Tiga Dimensi Hidrodinamika Laut Wah, mungkin pembaca yang banyak berkecimpung dibidang hidrodinamika laut melihat kajian diatas sangat sederhana. Betul sekali, kajian sebaiknya berdasarkan modeling tiga dimensi. Harus dipahami bahwa kajian sederhana adalah dasar dari kajian yang lebih rumit dengan tujuan untuk memperoleh tingkat ketelitian yang lebih baik. Kajian lebih rumit tidak akan jauh dari prinsip dasar yang penulis uraikan diatas. Apa itu Model Tiga Dimensi Hidrodinamika Laut? Model Hidrodinamika adalah alat simulasi arus laut dengan menggunakan komputer. Dengan makin berkembang dan murahnya harga komputer saat ini, simulasi arus sungai dan laut lebih banyak dengan menggunakan Komputer. Persamaan hidrodinamika dasar yang diturunkan dari Teori Newton, diselesaikan melalui Metoda Numerik dengan bantuan komputer. Kenapa Tiga Dimensi? Karena arus sungai dan laut tidak sama untuk beberapa kedalaman dan posisi horizontal. Saat ini model hidrodinamika laut sudah banyak tersedia tidak lagi sebagai alat riset, mulai dari software public domain yang gratis sampai software komersial bisa diperoleh dengan mudah. Salah satu metoda model hidrodinamika laut ini adalah Curvilinear Coordinate Technique, software Delft3D yang dikembangkan Belanda menggunakan metoda ini dengan keterbatasan bahwa sistim grid harus orthogonal. Apa yang terjadi jika software ini digunakan untuk Non-Orthogonal Grid? Hasil simulasi tidak akan akurat. Teluk Jakarta mempunyai geometri yang rumit, apalagi setelah pembangunan Giant Sea Wall. Tidak mungkin membuat Orthogonal Grid System. Jadi untuk daerah ini memerlukan sebuah software yang bisa melakukan simulasi dengan menggunakan Non-Orthogonal Grid System. Apakah Indonesia mempunyai kemampuan untuk itu? Dua puluh tahun yang lalu, menyandang mandat beasiswa dari pemerintah Indonesia, penulis menuntut ilmu ke Amerika Serikat sampai tingkat doktoral. Sebagai disertasi, penulis berhasil mengembangkan Three Dimensional Hydrodynamics Model Using Non-Orthogonal Technique in Spherical Coordinate. Model hidrodinamika ini sudah banyak dipakai diseluruh dunia, termasuk di Bay of Fundy di Canada yang merupakan daerah dengan tunggang pasang surut tertinggi. MuTeknologi Software dikembangkan untuk sistim grid Non-Orthogonal. Nah jadi Indonesia mampu untuk mengkaji masalah Banjir Jakarta. Tapi kok diam saja. Itulah frekuensi alamiah dari seorang akademisi, jauh dari frekuensi bisnis. Software MuTeknologi banyak dipakai didunia perminyakan dan tambang di Indonesia tanpa promosi yang berlebihan. Dunia Industri rajin mencari sumber daya lokal, berbanding terbalik dengan badan pemerintah. PT Freeport Indonesia (PTFI), sebagai perusahaan tambang besar didunia mempercayai MuTeknologi Software untuk kajian mereka. Gambar 2 menyajikan Non-Orthogonal Grid System untuk aplikasi model MuTeknologi Software di PTFI. MuQual3D sangat mampu untuk mesimulasikan arus laut dan kualitas air di Teluk Jakarta. Pengalaman penulis, setelah kembali sekolah dari Amerika Serikat dua puluh tahun yang lalu, badan pemerintah selalu lebih senang membeli software asing daripada memakai software buatan bangsa sendiri. Kenapa? Kalo beli dari luar negeri, bisa sekalian training dan jalan-jalan ke luar negeri, masuk akal. Sebagai pengagum pasangan Jokowi-Ahok, saya ingin melihat kondisi ini berubah. Harus lebih selektif untuk meneruskan kebijakan regim sebelumnya. Dampak Lingkungan Laut Penulis kaget saat membaca kutipan dari detik news berikut ini: "Kita tidak bisa mengkonsumsi hasil perikanan dari sini, tetapi orang tetap menjualnya juga, misalnya kerang. Kita tidak punya pilihan lain kecuali mereklamasi Teluk Jakarta ini," tegas Ahok. Saya kaget mendengar seorang Wakil Gubernur berpandangan seperti ini. Dengan mereklamasi, semua biota laut yang berada disana hilang. Jakarta kehilangan sumber daya laut untuk daerah tersebut. Apakah ada data pendukung bahwa semua biota disana tercemar? Seandainya hanya kerang yang tercemar, kenapa semua biota harus dimusnahkan? Jika suatu perairan laut tercemar, mestinya DKI menerbitkan peraturan dan memasang tanda “Daerah Tercemar Dilarang Mengambil Hasil Perikanan Disini”. Selanjutnya DKI mengontrol dan memonitor pembuangan limbah pada daerah tersebut. Lakukan perbaikan Lingkungan Laut dengan bantuan software water quality modeling dan usaha lainnya. Solusi ala Ahok yang akan mereklamasi perairan laut tercemar, mungkin yang pertama didunia. Kecuali memang ada tujuan terselubung yaitu membangun perumahan mewah didaerah tersebut dengan biaya operasi perawatan selanjutnya ditanggung rakyat. Seandainya pemerintah DKI menerapkan pajak khusus untuk daerah reklamasi ini, sebagai kompensasi bagi para nelayan yang kehilangan pendapatan, biaya kerusakan lingkungan, dan biaya operasi pompa yang sangat besar, bisa jadi kebijakan ini bisa diterima. Saya tidak pernah mendengar bahwa pajak khusus ini akan diterapkan. Dampak lingkungan yang mengerikan dari Giant Sea Wall Jakarta adalah makin memburuknya kualitas air di Teluk Jakarta karena polutan akan terperangkap didaerah ini. Gambar 2. Non-Orthogonal Grid System di PT Freeport Indonesia (aplikasi MuTeknologi Software) "The city of Jakarta is sinking below sea level, with a rate of ten centimeters each year. With Dutch knowledge, Jakarta is trying to protect its citizens from the sea. Film made for the Ministry of Foreign Affairs, the Netherlands"
Kalimat diatas saya kutip dari www.youtube.com/watch?v=p9VsETeP_eE Kata "With Dutch Knowledge" seolah-olah Bangsa Indonesia tidak punya pengetahuan untuk menaggulangi masalah ini. Belanda dikenal dengan software Delft3D, model hidrodinamika laut dengan menggunakan Orthogonal Curvilinear Coordinate Technique. Model ini Tidak Akurat jika sistim grid non-orthogonal. Geometri Teluk Jakarta dan sungai-sungainya sangat rumit, hampir tidak mungkin menggunakan sistim grid orthogonal. Jelas sekali, model hidrodinamika MuTeknologi yang menggunakan Non-Orthogonal Curvilinear Coordinate Technique Jauh Lebih Baik karena grid tidak harus orthogonal. Nah yang jadi pertanyaan, kenapa Wagub Jakarta Ahok harus ke Belanda?? Menguruk Teluk Jakarta akan memperpanjang jarak sungai dari hulu ke hilir, artinya kemiringan air akan menurun, kecepatan air akan menurun.. Wah... mahasiswa yang baru lulus Mekanika Fluida paham betul, jika kecepatan turun, dengan debit dan penampang sungai yang sama, kedalaman air meningkat... artinya banjir... Jakarta akan menjadi kota pertama didunia yang melawan water level change akibat Global Warming dengan tanggul raksasa. Biaya pembangunan raksasa, dan biaya operasional yang juga raksasa. Masalah ini harus disimulasikan dengan seksama, MuTeknologi punya software, Indonesia mampu, kenapa Pemda DKI harus ke Belanda?? Selamat buat perusahaan konsultan asing yang sukses melobi Pemda DKI... Tidak heran bangsa ini dijajah bangsa asing begitu lama karena memang senang dijajah, tidak pernah menghargai kemampuan bangsa sendiri.. Menyedihkan.. |
AuthorMuslim Muin Ph.D. Archives
November 2021
Categories |